Langsung ke konten utama

Mas Danny Makin Eksis


Setelah cerita-cerita putitis yang memakai kata-kata yang cukup berat, akhirnya saya akan mengambil salah satu kisah garing saya.
Jadi, setiap kali saya akan pulang ke Jakarta dari Depok dengan mengendarai bus debora berwarna ungu kesayangan saya, ehem, harus menunggu lama. Bisa satu sampai dua jam, pernah juga tiga jam. Entah mengapa bisa begitu lama namun saya masih saja menunggu bus debora itu padahal ada alternatif bus ekonomi yang lebih murah atau patas ac yang mahal namun cukup nyaman. Jalur yang dilewati oleh bus debora melewati Jalan Panjang itulah yang membuat saya memilih bus debora.
Tetangga kos sebelah pernah cerita kalau temannya tidak perlu menunggu terlalu lama karena memiliki nomor kenek atau supir bus debora sehingga jadwal perjalanan bisa ditepatkan dengan waktu menunggu di halte. Satu-dua kali, masih saja tak berani meminta nomor HP mas-mas-nya.
Sampai suatu saat, hampir tiba di halte tempat saya akan turun, dua orang ibu-ibu mendekati mas-mas yang untuk ukuran KNK bisa lah perwajahannya diatas rata-rata itu dan meminta nomor mas-mas-nya. Saya yang mendengarnya, tak melewatkan kesempatan itu. Asik.
“Mas, jadi bisa minta nomor mas dong?!” basa-basi banget, cuma apa boleh buat, ini demi sebuah nomor.
“Bisa,” jawab si mas itu stay cool.
“Saya mau dong mas. Berapa nomornya?”
“Ini,” mas itu menyodorkan HP-nya. “Telepon saja ke HP mbak.” Gaul!
Jadi setelah telepon dan mendapat nomornya, saya menanyakan namanya, “Danny.” Asik, namanya keren.
Dalam perjalanan pulang kesempatan berikutnya setelah sms-an dahulu dengan Mas Danny, memang jadi tak perlu menunggu lama. Bus yang saya tumpangi itu memang ada Mas Danny-nya. Pelayanan di bus debora juga ramah dan sopan. Ketika akan naik, diulurkan tangan untuk membantu penumpang naik.
Nah, karena bangga mendapatkan nomor HP Mas Danny Bus debora, minggu berikutnya saya berbagi cerita dengan teman-teman kampus dan dengan bangga menceritakan tentang Mas Danny. Alhasil, saya malah dikira punya selera mas-mas. Sepanjang sisa hari itu jadi bulan-bulanan. Haduh!
Tapi saya tidak marah, yang jelas saya senang dan bangga punya nomor abang debora yang akan mempermudah saya dalam bertransportasi. Selain itu, Mas Danny bukan hanya eksis di kampus saja saat ini (teman yang ceng-cengin malah minta nomor HP Mas Danny) tapi juga Cece-ku yang sekarang suka bolak-balik Depok karena alasan Si Yayang domisili di Depok, serta Mas Danny jadi eksis di blog ini. Oh yah, maaf yah belum bisa memperlihatkan fotonya karena masa liburan jadi belum naik debora lagi, nanti akan saya usahakan tampilkan foto Mas Danny yang sudah mem-fenomenalkan-KNK bus debora yang akan semakin eksis. HAHA.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...