Langsung ke konten utama

Buat Decu


Banyak yang sebenarnya aku pingin omongin ke kamu. Begitu ketemu, hanya sekejap saja dan masing-masing sibuk, tenggelam pada aktivitasnya sendiri.
Kapan kita terakhir berjumpa?
Hari Jumat, 6 April 2012. Singkat, belum bisa bercerita banyak dan saling bertukar pengalaman.
Seolah, ada kata-kata yang terbendung, terlalu banyak untuk diungkapkan. Lalu, kata-kata itu seolah terlupakan sehingga berkesan tak ada hal yang perlu dibicarakan.
Bila kata-kata tak dapat terucap, biarlah tulisan yang mewakili.
Bagiku, kau bukan sekedar kuanggap adik, tapi kau memang adikku, walau kita lain mama dan papa, tidak ada ikatan ‘darah’. Mungkin orang anggap kita aneh, tidak, mereka memang menganggap kita aneh. Baru saja mengenal satu dengan yang lain dalam jangka waktu kurang lebih dua tahun, itu pun harus melalui proses pendekatan yang tidak singkat, tidak mudah.
Awalnya kita canggung, bertegur sapa dengan kaku, lalu saling tatap seolah ingin menyapa tapi malu, takut. Salah seorang memulai dan yang lain menanggapi, terjadilah komunikasi. Semakin lama semakin akrab, semakin mengenal satu sama lain. Mulailah terjalin suatu tali tak kasat mata penghubung antara aku dan kamu. Tali itu dinamakan kasih.
Dalam satu keyakinan, satu misi, satu visi, satu harapan, satu kebenaran, satu Roh dari BAPA Yang Maha Kudus. Kita disebut saudara. Ya, aku dan kamu.
Hubungan kita unik dan aku merasa yang terberuntung bisa mengenal DIA, kamu, dan semua saudara yang lain. Yah, kamu yang berulang tahun ke-17 tahun.
Kuucapkan selamat. Kudoakan yang terbaik. Kuharapkan yang jadi adalah hal yang terindah dan seturut rancangan BAPA kita.



Mendengar suara tawamu, siapa yang sanggup untuk menahan senyum juga, walau hanya seulas di bibir. Menceriakan suasana dan yang dirindukan sehingga bibir pun bertanya, “Di mana Vina?”
Bul-bul, penguin, dan sebutan yang lainnya, itulah kamu. Disanalah kamu berdiri, dengan apa adanya kamu. Mengamati dan memperhatikan. Tak ada batas antara dia dan dia.
“Aku yah aku,” seru batinmu.
Dalam segala hal kamu berusaha mengucap syukur, menyemangati. Itulah Vina.
Sekali lagi, kuucapkan, selamat, selamat berkurang umurmu di bumi. Bertumbuh dewasa dalam iman, pengharapan, dan kasih. Tetaplah setia di jalan kebenaran sekalipun hal yang menyesakkan kerap kali terjadi.  (Yoh 16:33)
Ini yang bisa kuberikan padamu, bukanlah sesuatu yang punya nilai bila ditukarkan, bukan seperti yang oranglain dapat memberikannya untukmu. Sebuah kata-kata sederhana dari seorang kakak untuk sang adik.
Dari Ci Vir untuk De Vina (Decu)


ADIOS

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...