Langsung ke konten utama

Yang WAJAR Wajar Aja


Entah bagaimana lagi aku mengusut tentang kemiskinan di Jakarta, Ibukota negara kita tercinta, Indonesia. Dan entah bagaimana lagi pemerintah dengan sadisnya menutup telinganya rapat-rapat dan memejamkan erat mata mereka terhadap masalah yang satu ini. Entah berbagai macam langkah apalagi yang harus mereka lakukan dan kebijakan apa lagi yang harus mereka tetapkan. Indonesia bukan negara miskin sebenarnya, tanah ini tanah yang subur, lantas kenapa kemiskinan masih terjadi? Kebodohan merajelela bagai lingkaran setan yang tak bisa terputuskan. Lahir dari keluarga miskin akankah menentukan nasib dan masa depan anak-anak mereka miskin juga? Hidup melarat juga?
Ya ampun, apa kita tidak bosan melihat para pengemis? Para pengamen? Seolah dalam pikiran kita berkata, “Kasian yah, itu nasib loh.”
Terus, apa kita hanya melihat saja? Meratap dan berbelas kasihan tanpa perlu turun tangan? Atau kita berpikir, apa keuntungannya bagi kita?
Hem, seolah, mereka yang menjadi sasaran kerja kita yaitu kaum miskin yang melarat juga sudah pasrah, mereka menerima bahwa mereka hidup miskin dan kemiskinan itu adalah hidup mereka. Mereka mulai tak acuh dan melalaikan semua kinerja pemerintah dan warga yang masih peduli dengan kelangsungan hidup mereka, kepada mereka yang masih mempunyai kepekaan akan kesejahteraan rakyat ini.
Bukan hanya pendapat, bukan hanya aspirasi, inovasi yang luar biasa, tapi juga aksi.
Mampukah kita masih melihat anak-anak seperti ini meminta, mengamen bahkan diperalat oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan seperti penipuan dan penjualan anak?
Foto diambil saat jalan-jalan ke Kota Tua, Jakarta.
Doc.Mule




Mulai sekarang, coba kita ajak mereka dan  bujuk, beritahu bahwa pemerintah sudah membuat suatu kebijakan bagi mereka untuk bersekolah yakni WAJIB BELAJAR 9 TAHUN. Sekolah bagi mereka bukanlah suatu mimpi yang terlalu tinggi untuk diraih, bukanlah hal mewah yang tak dapat dikecap bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi. Mereka punya kesempatan untuk memperbaiki masa depan mereka dan menaikkan taraf kesejahteraan mereka sendiri.
Ayo, kita sama-sama, dari Indonesia, bagi Indonesia, untuk Indonesia, bersatu meraih kehidupan yang lebih baik. J

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...