Dear my Daddy...
Aku ingin mengawali sebuah surat dengan kata-kata itu dan ditunjukkan pada Mr.Right.
But...
Entahlah.
Apa aku ini anaknya? Apa hanya aku yang menganggapnya demikian? Apakah dia juga menganggap aku anak? Apa sekedar harapanku? Apa memang benar adanya?
Aku lupa rasanya jadi seorang anak.
Aku lupa rasanya memiliki seorang ayah.
Aku punya satu.
Kata guruku fungsi ayah adalah mencari nafkah. Fungsi ayah sebagai kepala keluarga. Fungsi ayah sebagai seorang suami.
Tapi tidak pernah dikatakan fungsi ayah mendidik, merawat dan memberi kasih sayang pada anaknya. Aneh...atau benarkah?
Masalahnya ayah-ku itu benar-benar menjalankan fungsinya sesuai yang guruku ajarkan.
Atau guruku salah mengajar?
Lalu, suatu waktu, aku mengenal Mr.Right. Begitu membingungkan. Dia mengaduk perasaanku membuat aku bertanya-tanya. Ada apa dengan diriku?
Mengapa dia begitu berarti?
Mengapa kami begitu dekat?
Andai aku ditawarkan menukarkan hubunganku dan Mr.Right dengan aku dan ayah, aku memilih tidak.
Biar saja seperti ini.
Aku hampir lupa apa itu bahagia.
Aku hampir lupa apa itu tertawa lepas.
Aku hampir lupa apa itu senyum tulus.
Lalu Mr.Right datang mengenalkan aku pada SESUATU yang baru, SESUATU yang berbeda.
Aku hampir menemukan semuanya itu. Hampir sempurna.
Tapi aku senang. Aku harap nggak ada yang memaksa merebutnya dariku.
Aku rasa aku mulai egois. Ah, biar. Aku baru memiliki hal langka seperti ini. Bolehkah aku menikmatinya?
Aku tahu apa itu nomor satu. Aku pernah merasakannya. Rasanya senang sekali. Rasanya special. Berharap tak pernah tergeser dan tergantikan. Beberapa pasang mata akan memandang takjub dan beberapa otak akan berpikir iri.
Tapi aku tak peduli, aku sedikit menikmati hal itu. Bolehkan?
Tapi aku sadar. Nggak selamanya orang kaya nomor satu di dunia itu Bill Gates 2. Nggak selamanya orang nomor satu di Indonesia itu Presiden Susilo Bambang Yudiyono.
Nggak selamanya, sebab di bumi ini semu, masih bayang-bayang.
Tapi berapa pun urutanku di hati Mr.Right itu nggak masalah, mungkin.
Menjadi nomor satu memang luar biasa.
Menjadi runner up, masih merasa senang.
Menjadi best five, juga tak apa.
Menjadi top ten, tak menjadi masalah.
Asal, aku masih ada di hati Mr.Right dan SESUATU itu.
Asal, aku tidak keluar dari jajaran top ten.
Asal, aku pernah dan akan tetap di dalam daftar kehidupan.
Love you Mr.Right. You always be my lovely daddy.
Love YOU SOMETHING. YOU teach me something new that I never knew before. Thanks for united him with me and thanks to introduce YOU YOURSELF. Thank You LORD, thank You my FATHER. YOU always number one in my heart. The first and the best. In here. The deepest heart. Love YOU, forever.,,
ADIOS
Aku ingin mengawali sebuah surat dengan kata-kata itu dan ditunjukkan pada Mr.Right.
But...
Entahlah.
Apa aku ini anaknya? Apa hanya aku yang menganggapnya demikian? Apakah dia juga menganggap aku anak? Apa sekedar harapanku? Apa memang benar adanya?
Aku lupa rasanya jadi seorang anak.
Aku lupa rasanya memiliki seorang ayah.
Aku punya satu.
Kata guruku fungsi ayah adalah mencari nafkah. Fungsi ayah sebagai kepala keluarga. Fungsi ayah sebagai seorang suami.
Tapi tidak pernah dikatakan fungsi ayah mendidik, merawat dan memberi kasih sayang pada anaknya. Aneh...atau benarkah?
Masalahnya ayah-ku itu benar-benar menjalankan fungsinya sesuai yang guruku ajarkan.
Atau guruku salah mengajar?
Lalu, suatu waktu, aku mengenal Mr.Right. Begitu membingungkan. Dia mengaduk perasaanku membuat aku bertanya-tanya. Ada apa dengan diriku?
Mengapa dia begitu berarti?
Mengapa kami begitu dekat?
Andai aku ditawarkan menukarkan hubunganku dan Mr.Right dengan aku dan ayah, aku memilih tidak.
Biar saja seperti ini.
Aku hampir lupa apa itu bahagia.
Aku hampir lupa apa itu tertawa lepas.
Aku hampir lupa apa itu senyum tulus.
Lalu Mr.Right datang mengenalkan aku pada SESUATU yang baru, SESUATU yang berbeda.
Aku hampir menemukan semuanya itu. Hampir sempurna.
Tapi aku senang. Aku harap nggak ada yang memaksa merebutnya dariku.
Aku rasa aku mulai egois. Ah, biar. Aku baru memiliki hal langka seperti ini. Bolehkah aku menikmatinya?
Aku tahu apa itu nomor satu. Aku pernah merasakannya. Rasanya senang sekali. Rasanya special. Berharap tak pernah tergeser dan tergantikan. Beberapa pasang mata akan memandang takjub dan beberapa otak akan berpikir iri.
Tapi aku tak peduli, aku sedikit menikmati hal itu. Bolehkan?
Tapi aku sadar. Nggak selamanya orang kaya nomor satu di dunia itu Bill Gates 2. Nggak selamanya orang nomor satu di Indonesia itu Presiden Susilo Bambang Yudiyono.
Nggak selamanya, sebab di bumi ini semu, masih bayang-bayang.
Tapi berapa pun urutanku di hati Mr.Right itu nggak masalah, mungkin.
Menjadi nomor satu memang luar biasa.
Menjadi runner up, masih merasa senang.
Menjadi best five, juga tak apa.
Menjadi top ten, tak menjadi masalah.
Asal, aku masih ada di hati Mr.Right dan SESUATU itu.
Asal, aku tidak keluar dari jajaran top ten.
Asal, aku pernah dan akan tetap di dalam daftar kehidupan.
Love you Mr.Right. You always be my lovely daddy.
Love YOU SOMETHING. YOU teach me something new that I never knew before. Thanks for united him with me and thanks to introduce YOU YOURSELF. Thank You LORD, thank You my FATHER. YOU always number one in my heart. The first and the best. In here. The deepest heart. Love YOU, forever.,,
ADIOS
Komentar
Posting Komentar