Sumber : https://www.goodreads.com/book/show/17238425-fallen-crown |
Seseorang mengatakan padaku bahwa ia tidak menyangka hidupnya akan berjalan seperti drama di novel atau film di layar lebar. Begitu juga dengan aku, tapi hei, bukankah film dan tulisan itu terinspirasi dari sebagian kisah nyata yang kemudian dikembangkan lebih lanjut? Seolah tentang siapa yang lebih dulu dari siapa, seperti masalah telur dan ayam, begitu jugalah masalah ini. Jadi, siapa yang memulai?
Seolah kelucuan
dari tingkah lugu yang aku lakukan tidak pernah berhenti mengundang tawa
sekaligus serapah. Ada yang suka dan ada yang tidak. Hidup menjadi semakin
sulit karena pengaruh ucapan orang lain. Padahal, kita sendiri yang menjalani,
kenapa ‘Situ’ yang repot?
Ingin sekali
memaki, mengumpat, menggunakan kata-kata kasar, tapi sepertinya terlalu sia-sia
untuk dikatakan, yang tinggal hanya luka dan sakit hati. Lalu, dendam pun
menghantui. Rasanya tidak puas kan
kalau belum membalas? Begitulah sifat dasar manusia.
Seseorang juga pernah
mengatakan padaku tentang harapannya agar musuhnya jatuh. Namun, sungguh malang
memang, harapan dalam doanya berbalik menimpa batu kepalanya sendiri. Seketika aku
sadar, hal yang ditakarkan kepada orang lain, itu pula-lah yang ditakarkan pada
dirinya sendiri.
Tuhan tidak
serta merta menjanjikan kekayaan, tahta, dan ketenangan hidup. Ia menjanjikan
hal yang lebih besar daripada itu. Aku diajar untuk tidak mengejar hal itu,
nyatanya yang mengajar, mengejar hal itu. Benarkah?
Persembunyianmu tidak
menghasilkan apa-apa, malah kehancuran. Namun, kehancuran yang kau buat dengan
tanganmu sendiri, malah kau lemparkan pada orang lain. Engkau suci, aku
berdosa. Dosamu kau lemparkan pada aku. Kau memaki, kau menyumpah, dan aku
hanya dapat diam. Aku hanya menunggu. Bukan, aku bukan menunggu kehancuran
siapa pun, aku malah mendoakan kesejahteraan mereka yang menganiaya aku,
terlebih mereka yang mengasihiku. Aku hanya menunggu kebenaran itu terungkap. Lalu
kau akan berkilah, “Kebenaran yang mana lagi?”
Kata-katamu yang
menjadi lawanmu dan mengadilimu di pengadilan. Amarah yang kau curahkan akan
berbalik menyerangmu sendiri, seperti air yang tercurah dari atas kepalamu dan
mengalir ke seluruh tubuhmu. Kelakuan kejimu yang akan menghakimi dirimu. Bukan
hal yang mengherankan mereka akan berkata kepadamu, “Pergi!” dan kau terusir
dari kedudukanmu saat ini. Tahktamu sudah jatuh, IA telah memberikannya pada
orang lain yang dianggap-NYA lebih layak darimu. Lalu kau mulai mengumpat dan
menyalah-nyalahkan, seperti kelakuanmu yang semula. Kau tidak menjauhkan
bibirmu dari hujat. Tanpa sadar, diam-diam hatimu sudah jatuh dalam penyembahan
berhala. Kau memuja emas dan perak, kau menjunjung kekuatanmu, kau menyembah
pikiranmu. Sebab, sangkamu kau kuat, padahal kau lemah. Sangkamu kau berkuasa,
padahal kau sudah diturunkan kepada debu. Kau berseru, “Bertobat!” tapi hatimu
tetap degil. Kau buat orang lain bertobat, tapi kau semakin melakukan perbuatan
tercela.
Sadarlah dan
berjaga-jagalah. Mungkin kalau kau berbalik, kau masih punya kesempatan untuk
bertobat. Akuilah, bukan hanya dengan mulutmu, tapi dengan segenap hatimu bahwa
TUHAN-lah Tuhan, tidak ada yang lain. Kebenaran itu hanya SATU. Jangan mencoba
menggantikan kemuliaan Tuhan dengan mencari kemuliaan dirimu sendiri.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar