Langsung ke konten utama

Post di Penghujung Bulan Agustus

Malam ini, galau euy. Alasannya? Nesis nggak kelar-kelar. Revisi terus. Padahal udah latihan nulis di blog, tapi belum ada kemajuan yang signifikan. Ya iyalah, bahasa nggak resmi, kalimat nggak mengandung SPOK, jalur bebas (kaya tulisan di pangkalan ojek, jalur bebas gitu).
Selain galau nesis, pasalnya ini tanggalnya. Syukurlah, walaupun sudah sangat mendekati akhir bulan. Setiap bulan berharap, takut rasanya. Berharap aku ini perempuan normal yang sehat. Kata orang, itu menurun, bisa dari gen. Bukan berlebihan mengenai hal itu karena beberapa kasus dari garis keturunan papa mengalami kasus yang serupa.
Aku tahu, ujung hidup manusia adalah kematian. Kalau memang proses kelahiran bukanlah sesuatu yang bisa aku pilih, begitu juga dengan kematian. Kalau begitu, aku memilih untuk melakukan hal terbaik yang bisa aku lakukan selama aku hidup, itu pilihan yang bisa aku lakukan, kan?
Ketakutanku? Aku takut Tuhan marah dan menilai aku belum komplit menyelesaikan misi yang DIA berikan selama aku ditugaskan di dunia. Sejujurnya, aku ingin menyerah saja pada ‘pembelajaran’ yang sedang berjalan ini, tapi aku tidak bisa atau lebih tepatnya aku takut. Kalau TUHAN sudah menempatkan aku di sini, memberi aku kesempatan, aku tidak bisa menyia-nyiakannya. Suatu saat, ketika dituntut pertanggung-jawaban dariNYA, aku harus bilang apa? Bahwa aku tidak mampu? Wong, dasarnya memang aku nggak mampu, mengapa tidak minta kemampuan dari DIA? Kira-kira, begitulah drama dalam kepalaku.
Setiap kali aku mau ‘udahan’, selalu muncul drama seperti ini
Aku1    : “Apa tujuan kamu? Hayo?”
Aku2    : “Berguna bagi orang lain.”
Aku1    : “Lebih spesifik!”
Aku2    : “Jadi dosen?” (mulai ragu-ragu). “Tapi aku nggak pintar. Nilaiku jelek. Masih banyak orang yang   lebih pintar dari aku dalam akademik.” (muka sedih)
Aku1    : “Kalau begitu, gunakan talenta yang TUHAN berikan buat kamu.”
Aku2    : “Apa?” (merasa tidak berguna)
Aku1    : “Kamu bisa mengumpulkan orang-orang pintar, merangkum mereka dalam satu lembaga Pendidikan. Tujuanmu tetap dapat tercapai.”
Aku2    : (Teringat Bill Gates. Kembali semangat).
Tentu saja aku tidak yakin apa aku punya kepribadian ganda atau tidak, tapi aku merasa lebih baik ketika aku berbicara dengan ‘aku’ yang lain, saat ‘aku’ yang lain memotivasi. Bisa jadi muncul ‘aku’ yang menjatuhkan (please, ini rada aneh tapi benar).
Jadi, aku mengumpulkan niat dan semangat selama akhir pekan ini buat menuntaskan tugas kuliah (tesis dan mata kuliah tatap muka). Berharap menemukan ide setelah ‘merem-merem ayam’ sebentar lagi.
sumber: http://www.go-dok.com/kepribadian-ganda-penyakit-psikis-yang-menginspirasi-split/

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...