Langsung ke konten utama

Success vs Value



Kata orang, semakin tinggi suatu pohon, makin keras terpaan angin yang diterima.
Atau pernahkan seseorang sempat berpikir untuk menjadi rumput saja kalau demikian, yang hari ini dicabut, besok bisa tumbuh lagi...?
Well, this is about fighting spirit dimana segala hal ada usaha dan ada resiko juga untuk dilakukan dan dikerjakan.
Terus, apa yang dikejar orang di dunia ini?
Aku, jujur, masih tidak mengerti dengan hiruk-pikuk yang asyik dengan keadaan masing-masing yang merasa, “I did the right one.” Padahal sama sekali tiada guna.
Aku ingat daddy bilang, lulus cumlaude, tiga setengah tahun dari kampus yang menyandang nama bangsa dari jurusan yang orang bakalan bilang, “Susah banget! Kok mau sih ambil jurusan itu? Wow! Otaknya nggak panas, tuh?”, kalau hidup nggak bisa memberi arti bagi orang lain, buat apa?
Hem… oke.
Hidup itu bukan tentang kisah sukses meniti karier, mendapat jabatan oke, gaji selangit, dan berbagai bonafit lainnya dengan lifestyle mewah yang dulunya nih orang cuma berasal dari kalangan kere. Kesuksesan bagi dunia, sudah dinilai sedemikian dangkalnya.
Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value –Albert Einstein-
Nah, bagaimana memberikan nilai, bernilai, bermakna, yang bukan cuma namanya disebut-sebut selama hidup saja, ketika menjadi tanah namanya hanya sekedar pajangan di batu nisan. Terlalu sia-sia. Terlalu naif.
Jadi balik lagi ke awal pertanyaan aku, apa yang sebenarnya dikejar oleh ‘orang-orang’ di dunia ini?

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...