Aku lupa sejak kapan KTP aku hilang. Yang jelas, KTP itu penting
buat ngurus surat ini dan itu dan buat by pass masuk ke suatu tempat. Ketika dicari,
KTP itu hilang!
Okay, jadi aku harus ngurus surat kehilangan KTP ke kantor polisi.
Masalahnya, aku nggak mau keluarin duit. Jadi, beginilah scenario yang aku
buat.
Berhubung kantor polisi nya di pinggir jalan, dan sesudah tugas
dinas aku masih mengendarai mobil, jadilah aku parkir di Indomaret yang
jaraknya beberapa ruko sebelum kantor polisi itu.
Aku jalan, dengan muka datar dan masuk ke kantor polisi dengan PD.
“Misi pak, kalau mau lapor kehilangan di mana yah?” tanyaku langsung
masuk ke ruangan bermeja dengan computer.
“Oke, silahkan duduk mbak.”
Jadilah aku duduk sambil dengerin bapak-bapak yang curhat soal
motornya yang hilang dan ditendang hingga motornya jatuh (kalau nggak salah
ingat begitulah ceritanya).
Tibalah giliran aku buat diwawancarai…
“Masalahnya apa mbak?” tanya polisi yang namanya aku lupa, sebut
saja Burhan.
“Dompet saya hilang pak.”
“Isi nya apa saja mbak?”
“Cuma uang dan KTP sih pak.”
“Uang itu Cuma yah mbak?” tanya Pak Burhan kaget. “Berapa
nominalnya mbak?”
“Dua ratus ribu Pak.” Sambil dalam hati mikir, ia juga yah, hilang
duit bilangnya ‘Cuma’. Buset, aku ini tajir banget kali yah…amin. “KTP nya pak
nih yang penting.”
“Kejadiannya gimana?”
“Jadi saya lagi makan, saya taruh dompet di kiri, HP di kanan. Pas
selesai, kayanya jatuh ke lantai soalnya dompet kecil. Terus saya lupa ambil. Waktu
balik, udah nggak ada Pak.” Oke, tet tot banget ceritanya karena yang
sebenarnya adalah…KTP aku hilang. Titik.
“Di mana dan kapan mbak?”
“Kira-kira 30 menit yang lalu di mal deket sini Pak.”
“Oke. Namanya siapa mbak? Tanggal lahir? Inget nomor KTP nya?”
“Nggak Pak. Saya nggak inget.”
Setelah sesi tanya jawab de el el, ternyata Pak Burhan pernah
tugas dinas di komplek rumah aku. Kebetulan, tetangga aku banyakan TNI.
“Wah, daerah ini mbak. Kenal Pak …?”
“Kenal Pak. Tapi sekarang beliau sudah bukan ketua RW lagi. Pak…. Rumahnya
yang besar itu kan Pak?”
“Iya, bener yang itu. Kalau keluarga Silitonga?”
“Nah, itu saudara saya Pak.”
“Ah, masa. Mukanya mbak oriental. Nggak ada batak-bataknya.” Pak
Burhan dari Medan, walau bukan orang batak.
“Bener Pak. Bapak saya marga Purba. Ibu saya boru Silalahi. Saya dimangadati
Pak.”
“Apa itu Mbak?”
“Acara adat gitulah Pak, makanya muka saya nggak ada
batak-batak-nya.”
“Oh. Kalau Pak TNI?”
“Ah, itu tetangga saya. Anaknya jadi dokter, teman saya itu.”
Jadilah kita malah gossip tetangga komplek. Syukurnya, aku cukup
gaul dan bisa update masalah yang terjadi di lingkungan sekitar. Catat! Ini penting!
At least nggak perlu aktif banget
tapi harus aware juga mengenai
info-info yang barangkali pada akhirnya bisa memberikan suatu faedah.
“Oke, coba cek suratnya nih.”
“Nama saya salah Pak.”
“Oke, saya print lagi… tapi yah komputernya eror.”
“Yah, saya bantu ketikan lagi deh pak kalau repotin.”
Pak Burhan diam…tapi akhirnya Pak Burhan tetap ketikin ulang.
TARA! Surat kehilangan selesai dibuat dan langsung ditandatangan
kedua belah pihak.
Surat sudah aku pegang tapi aku masih duduk.
“Pak, saya mau ngomong ini tapi saya nggak enak.”
“Apa?” Mungkin di sini Pak Burhan pikir saya bakal nego bayarannya
berapa. Mungkin di sini Pak Burhan deg-deg kan bagaikan cowok yang mau
ditembak. Mungkin di sini Pak Burhan mikir saya bakalan mau ngomong kalau
selama tadi kita ngobrol mulutnya bau. Mungkin…ah sudahlah.
“Pak, saya minta uang lima ribu aja pak. Buat bayar parkir.” Oke,
aku udah pasang muka nggak tau malu yang jadinya beneran malu-malu-in. Tapi
totalitas itu perlu!
“Memang kamu parkir di mana?”
“Di mal Pak.”
Pak Burhan buka laci. Ada uang sepuluh ribu. Aku curiga itu uang hasil…
ah sudahlah. Yang penting aku dapat uang.
“Tapi saya butuh lima ribu aja Pak.”
“Ah, sudahlah, buat kamu aja.”
“Eh, serius Pak?” tanpa nunggu jawaban karena itu pertanyaan
basa-basi dan sebelum Pak Burhan berubah pikiran… “Makasih Pak.” Ngacir sambil
senyum dan bawa uang plus tujuan utama…surat kehilangan dari kepolisian.
Pak Burhan yang jauh di sana, makasih yah Pak. Hehe. Semoga,
kebaikan bapak dibalaskan Tuhan. J
Begitulah pengalamanku di kantor polisi.
Belajar ini semua dari Bapa saya nih. DIA pinter banget menyamar. Aku
sih, ikutin jejakNYA aja.
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar