Kuhampiri bangku dengan lekas
Kududuk di tempat yang panas
Dari pantat yang berbekas
Menjaga teritorial ini dengan tegas
Lampu jalanan yang menyengat
Membuat aku teringat
Akan pikiran dan semangat
Yang tak boleh menjadi penat
Menghadapi jalan yang macet
Kulit berkeringat yang lengket
Akibat berdempet-dempet
Dan gesekan kaki yang lecet
Ingin saja kutuliskan kata
Namun aku berada di ibukota
Tempat yang sulit ditata
Dan jalannya terbata-bata
Ibukota negara
Banyak mencari gara-gara
Karena setiap orang mengira
Terhormat aku seorang perwira
Ah...setiap peluh
Apakah menghasilkan sembuh
Ketika jiwa berpuluh-puluh
Hanya dapat mengeluh mengaduh
Kami lupa mengucap syukur
Atas negeri yang makmur
Lupa berkaca pada umur
Seperti kering kerontangnya sumur
Tuhan kiranya mengampuni
Kepada jiwa yang minta dikasihani
Pada setiap doa yang murni
Tertutur dari dalam nurani
ADIOS.
Kududuk di tempat yang panas
Dari pantat yang berbekas
Menjaga teritorial ini dengan tegas
Lampu jalanan yang menyengat
Membuat aku teringat
Akan pikiran dan semangat
Yang tak boleh menjadi penat
Menghadapi jalan yang macet
Kulit berkeringat yang lengket
Akibat berdempet-dempet
Dan gesekan kaki yang lecet
Ingin saja kutuliskan kata
Namun aku berada di ibukota
Tempat yang sulit ditata
Dan jalannya terbata-bata
Ibukota negara
Banyak mencari gara-gara
Karena setiap orang mengira
Terhormat aku seorang perwira
Ah...setiap peluh
Apakah menghasilkan sembuh
Ketika jiwa berpuluh-puluh
Hanya dapat mengeluh mengaduh
Kami lupa mengucap syukur
Atas negeri yang makmur
Lupa berkaca pada umur
Seperti kering kerontangnya sumur
Tuhan kiranya mengampuni
Kepada jiwa yang minta dikasihani
Pada setiap doa yang murni
Tertutur dari dalam nurani
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar