Langsung ke konten utama

Rindu Menulis

Aku rindu menulis. Tapi semakin lama semakin dilihat, tulisan aku banyak spam-nya. Sebenarnya sih nggak apa-apa, toh ini blog pribadi, judulnya aja “Dear My Blog”, jadi boleh dong yah curhat suka-suka. Berhubung di dunia maya ada peraturan dan batasan untuk tidak mencemarkan nama baik suatu instansi maupun personal, tidak menyertakan suatu pernyataan yang masih belum terbukti kebenarannya, dan walaupun aku ingin sekali(-kali) menuliskannya menjadi ‘boom’,  tapi alhasil kembali menjadi spam yang nggak dimengerti orang.
Bukan suatu kebanggaan ketika tulisan yang terpampang terus ditanya maknanya apa. Soalnya bukan satu dua orang, bahkan ada yang mengirimkan email untuk menanyakan makna yang terkandung dalam rangkaian kata-kata itu. Makasih banget yah atas perhatiannya, jujur saya sedikit terkejut karena mendapat antusias dari pembaca (walau hanya ada satu email sebenarnya). Hanya saja aku merasa belum berhasil menyampaikan isi pesan yang ada dalam tulisan itu kepada pembaca. Jadi mohon dimaafkan kalau menggunakan begitu banyak kata yang sulit dicerna dan maksud yang sungguh tersirat karena berhubungan dengan peraturan tidak mencemarkan instansi atau personal manapun.
Jadi aku merasa down beberapa saat ini karena belum banyak meluncurkan kembali posting-an baru yang dirasa cukup berbobot. Akhirnya, sebuah tulisan curahan hati mengenai ini yang aku luncurkan. Salah dua lainnya yang membuat aku sedikit minder dengan tulisan aku sendiri adalah masih kurangnya cita-rasa seperti yang dulu sempat aku gembar-gemborkan dan aku sajikan, yaitu mengenai perenungan yang dalam, terlebih ketika keadaan saat ini semakin meruncing mencapai suatu titik dan puncak yang seharusnya menjadi fokus utama.
Kembali lagi kadang kehidupan duniawi sempat membuat terlena dan terbuai untuk dibahas. Walau itu bukanlah hal yang buruk, tapi selalu yang menjadi pertanyaan paling meninju adalah “Apa itu benar?”
Pertanyaan di sini bukan lagi baik atau buruk, tapi benar atau tidak, terlebih baik dan benar!
Jadilah saya memerlukan spare waktu yang panjang. Umur boleh bertambah tapi soal kedewasaan diri dan iman itulah yang perlu dipupuk. Bagaimana menjaga apa yang sudah diperoleh, itu hal sulit lainnya karena hal itu juga ditopang oleh sesuatu yang seolah tidak ada, namun ada, harapan.
Setiap kali merenung kembali kasih TUHAN melalui hidup dari hari ke hari, ternyata ada kehidupan yang harus dihidupi dan dijalani bukan dari segi praktisinya saja, tapi dari segi realistis dan optimisnya juga. Maksudnya bahwa segala yang menjadi impian itu adalah hal yang perlu diwujud-nyatakan, bukan sekedar ucapan belaka saja. Kemarin salah satu adik perempuan saya katakan membuat saya tersadar dari ketidaksadaran saya selama ini mengenai sisi kecil yang seolah terluput. Sebenarnya yang kecil itu adalah yang besar, karena biar kecil namun peranan dan artinya besar.
Sekian kata-kata demi kata-kata yang tertuliskan saat ini.

ADIOS.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...