Langsung ke konten utama

Handycam


Aku pingin banget punya handycam setelah aku punya kamera SLR. Duh, egois banget nggak sih? Eits, nanti dulu. Aku punya alasan nih.
Aku pingin banget deh punya handycam soalnya aku mau ngerekam setiap momen terus disatuin menjadi suatu film dokumenter singkat. Isinya tentang semua orang di sekelilingku. Hem, orang-orang yang beruntung dong bisa jadi pemeran dalam naskah dramaku.
Setelah kurenungkan, kita semua ini kan aktor dan aktrisnya TUHAN. DIA sutradanyanya, kita jalankan sesuai skrip naskah yang sudah ditentukan buat kita masing-masing. Tapi bedanya, cerita DIA terlalu rumit, terlalu sempuran buat dipikirkan oleh aku yang mau mengikuti jejakNYA jadi pembuat film. Habisnya, TUHAN buat dengan berbagai improvisasi yang melatih dan menguji para aktor dan aktrisNYA supaya makin meningkatkan kualitas aktingnya. Lebih terlihat natural, original, makin sempurna.
Hem, hem...
Perenungan tadi malam adalah perenungan yang panjang. Tapi waktu mau diketik lagi kok kaya blank?
Setiap yang aku lihat melalui lensa. Lensa kamera, lensa kacamata, terutama lensa mata. Nah, sesuai pelajaran pembiasan yang baru aja aku ketahui dari Mr. Pororo, dari BAPA ding... kalau lensa itu dibuat dari pembiasan cahaya. Apa yang kita lihat melalui lensa semua dibiaskan sehingga yang kita lihat adalah semu dan yang semu SEBENARNYA nyata. Berarti bendanya di kamar 1 sehingga terbentuk bayangan di kamar 4. Hem, logis, logis.
Duh, pengetahuan, asyik banget.
Balik lagi ke handycam, pokoknya aku pingin banget punya handycam merk canon tipe Legria. Harganya mahal. Aku harap kado ulangtahunku dari TUHAN adalah supaya saudariku dan saudaraku diterima di PTN USU Kimia dan UI Hukum. Haha. Nggak nyambung kan, tapi itu yang aku mau sebagai kadoku.
Supaya ketika bener-bener ada handycam, aku bisa rekamin deh tuh mereka jadi bagian skrip naskahku dan WELCOME TO MY VIDEO. Hoho. My wish...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...