Langsung ke konten utama

Tahukah?

Adakah kebebasan yang hakiki?
Menurutku tidak ada, atau belum ada. Kebebasan itu masih terpasung, sampai saatnya tiba pembebas itu.
Atau mungkin, kebebasan itu sudah ada, namun tak tampak. Ia menyembunyikan diri. Hanya mereka yang terpilih yang mengerti, hanya mereka yang terpilih yang tahu dan hanya mereka yang terpilih yang merasakan, suatu kebebasan yang hakiki.

Namun, kebebasan hakiki itu apa?
Bebas itu kan tanpa ikatan, apakah kita tak terikat pada suatu apapun.

Bagiku, kebebasan justru terikat. Kebebasan saat kau terikat dan saat kau diberikan suatu hak istimewa, suatu hal yang kau inginkan dengan syarat tertentu yang diajukan.
Bahkan jika ingin merasakan suatu kebebasan itu adalah pilihan, itu adalah komitmen.

Aku tidak senang terikat.
Aku senang kebebasan.
Tapi tidak kutemukan itu dalam dunia.
Dunia tidak menawarkan hal itu, dunia hanya menawarkan kesenangan sementara.

Yang nyata adalah semu tapi yang semu akan menjadi nyata.

Orang-orang mencari Surga, orang-orang berusaha berbuat baik, berusaha tidak melakukan salah.
Itu baik tapi mungkinkah itu benar?
Malahan banyak hal yang dianggap suatu 'kebenaran'.
Kalau ada dua hal yang berbeda namun keduanya adalah benar, berarti kebenaran itu tidak ada di dalamnya. Kebenaran menjadi kebohongan dan hidup manusia menjadi sia-sia.

Jadi, apakah itu kebenaran?
Apakah itu kebebasan?

Jawab orang, "Hanya Tuhan yang tahu."
Lalu pertanyaannya menjadi berlanjut:
Tuhan yang mana?
Apakah kau kenal Tuhan?
Di mana Ia?

Bahkan manusia tidak pernah bertemu atau melihatnya.
Namun, mengapa begitu banyak rupa-rupa gambar?
Siapakah 'dia' dalam rupa-rupa itu?
Kalau memang itu Tuhan yang kau maksud, aku membenarkan bahwa ia adalah tuhan.

Sekiranya ada gambaran, tentulah ada yang pernah melihatNya.

Kalau begitu mana yang benar?
Satu sisi buku tua mengatakan, "Tidak ada yang pernah melihatNya"
Satu sisi kesaksian itu menyatakan, "Aku melihatnya"
Dua premis yang bertolak belakang.
Tidak dapat diambil suatu kesimpulan.
Hem, berarti mana yang benar.
Salah satunya adalah yang benar, namun bila keduanya dianggap benar, itu adalah suatu kebohongan.

Jadi, apa itu kebenaran?
Apa itu kebebasan?
Pernahkah kau merasakannya?
Pernahkah kau mengenalinya?

Sesuatu yang mendasar, suatu awal, akan menjadi sebuah kontroversional yang tak berujung.
Seperti awal mula makhluk hidup.
Benarkah awalnya hanyalah bahan anorganik yang menjadi senyawa organik lalu mejadi senyawa kompleks?
Kalau pun benar, haruslah ada suatu energi yang besar untuk mengubahnya.

Benarkah manusia dari kera?
Namun, susunan gen yang ada diantara dua mahkluk itu berbeda.

Hem, telah disebutkan diatas bahwa suatu awal adalah sebuah misteri sama seperti halnya suatu akhir.
Yang ada dan yang sudah ada dan yang akan ada.
Suatu awal dan akhir.
Alfa dan Omega.
Siapakah yang sanggup menjelaskannya?


Angin dapat kita rasakan, namun dari mana ia datang dan ke mana ia pergi kita tak tahu...

Jadi, apa itu kebenaran?
Apa itu kebebasan?
Pernahkah kau merasakannya?
Pernahkah kau mengenalinya?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...