Kau tahu mengapa aku membencimu? Karena aku
mencintai orang sepertimu!
Aku
rasa banyak pilihan di luar sana, yang lebih baik, mapan, dewasa, dan tampan
dibandingkan dirimu, tapi aku lebih memilih untuk tidak bermain “Permainan Perbandingan”
mengenai hal-hal yang terlihat seperti itu.
Sikapmu
itu, yang membuaiku dengan rasa nyaman dan membuatku menjadi malas untuk
singgah atau sekedar coba-coba rasa yang lain. Aku sudah terlanjur membuat
diriku sendiri terpaku pada satu pilihan, yaitu kamu.
Kata
orang, cinta itu buta, tapi kebutaan itu-lah yang nikmat, yang kurasakan
sekarang. Betapa sialnya aku!
Percuma
aku mengutuk seorang yang terberkati seperti dirimu. Pada akhirnya, kutukan itu
tidak pernah terjadi malah semakin lama semakin memberkati dirimu. Jujur, aku
kesal. Mungkin kutuk itu malah berbalik padaku, mengutukku untuk bersama dengan
dirimu sepanjang sisa usiaku. Sekali lagi, sial!
Yang
lebih parahnya adalah ketika kau mulai menyadari hal ini dan merasa di atas
awan, merasakan kemenanganmu dan menghirup udara kekuasaan. Sial! Kau memainkan
permainan tarik-ulur seolah kau pemain layang-layang yang piawai. Sialnya lagi,
angin mendukungmu dan layang-layang itu tidak pernah terjatuh atau tersangkut
apapun. Aku layang-layang itu, lelah terbang tinggi, tapi aku hanya bisa
mengandalkan benang yang menghubungkan diriku dan dirimu. Kalau benang ini
putus, maka aku akan terbang lenyap dan jalan hidupku makin tak berarah. Jadi mana
yang harus kupiilih, aku tidak tahu. Sungguh, biarkan saja kau menarikku
lekas-lekas dan mendekapku lekat. Bawa aku pulang, ketika jam mainmu sudah
usai. Kuharap segera!
ADIOS.
Komentar
Posting Komentar