Langsung ke konten utama

KRL Commuter Tujuan Depok


Aku duduk di kereta commuter tujuan Depok, sendiri dan termenung. Mengamat-amati orang-orang yang duduk di sekelilingku. Tepat di depanku tampak sepasang suami istri. Sang istri memakai kerudung pink pastel dengan setelan batik berwarna cerah dan celana ungu kelabu ditambah sepasang sendal coklat pucat sambil memangku tas louis vitton-nya yang entah asli atau palsu. Suaminya duduk di sebelahnya dengan kemeja abu-abu dan celana bahan berwarna hitam. Diantara kakinya terdapat tas besar bermotif garis-garis berwarna biru tua. Sebenarnya itu adalah pemandangan yang sederhana tapi berhasil menarik perhatianku.
Coba lihat rambut sang suami yang sudah memutih dan kerutan di wajah sang istri. Lantas mengapa?
Bagiku itulah point utama mengapa aku memperhatikan mereka. Aku berharap, aku mau, aku benar-benar ingin, suatu hari nanti aku mempunyai seorang suami yang setia menjaga dan melidungiku serta hidup setia bersamaku hingga rambut kami sama-sama memutih, hingga kulit kami sama-sama mengkerut, dan hingga kami sama-sama menutup usia kembali pada tanah.
Lagi aku memperhatikan mereka, sang istri mengapit lengan sang suami, mesra walau tak berlebihan.
Karena bagi kebanyakan pasangan tua jaman sekarang, bergandengan tangan, sedikit terlihat mesra adalah suatu hal aneh yang tak perlu lagi dilakukan oleh mereka. Menurutku tidaklah demikian.
Baiklah, kalau ini tempat umum memang tak seharusnya bertengkar dan harus terlihat akur. Siapa tahu di rumah terjadi perang dunia ke-3, siapa yang tahu. Karena apa yang dilihat mata adalah semu, sebuah bayang-bayang, ilusi, dan angan-angan. Tapi tanpa mimpi, hidup akan hampa.

ADIOS


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Si Pita Hijau, Kuning, dan Merah

Ini pengalaman ospek yang lucu, menggemaskan sekaligus menyebalkan. Pasalnya, aku belum pernah mengalami hal seperti ini. Ini terjadi pagi hari saat hari pertama OKK, ospek untuk Universitas di Depok berlangsung. Jam 7 pagi kami semua harus berkumpul, tapi aku dan teman-temanku malah berjalan santai berlenggang kangkung bak putri solo yang memakai kebaya rapat jaman dahulu. Jadi pada intinya, kita jalannya santai aja padahal ada kakak senior berjakun yang jagain dan ternyata kita nggak boleh naik bikun(alat transport)ke balairung, tempat berkumpul dan acara berlangsung. Otomatis, kita mesti lari-larian dari teknik melewati ekonomi, melewati jalan diantara FIB dan FISIP. Ngos, ngos. Pemeriksaan. Cek list, pass... Jalan santai lagi sambil menikmati hawa sejuk yang agak menusuk kulit tapi pemandangan hijaunya daun menyegarkan sekali. Kami seperti menganggap ini adalah jalan santai, jalan pagi bagi para manula untuk menghindari osteoporosis. Sementara, senior-senior berjakun sudah ber...

Jadi Anak Kecil

Sebenarnya kepikiran aja tadi di jalan, enak yah kalau jadi anak kecil. Minta ini itu seenaknya, berasa nggak punya beban kalau orang yang diminta bisa aja kelimpungan buat memenuhi permintaan itu. Tinggal ngambek aja kalau ga dikasih, bisa marah-marah seenaknya, paling ditabok dikit. Bisa merengek dan melakukan kesalahan tanpa benar-benar disalahkan. Enak yah kalau jadi anak kecil yang punya orangtua yang sayang dan care gitu, yang protective dan selalu bisa diajak komunikasi. Enak banget, nggak perlu pusing mikirin besok makan apa, laporan udah selesai atau belum, ketemu rival nyebelin, atau mikirin besok mau pakai baju apa dan godain mas-mas mana lagi. (eh) Jadi anak kecil itu gampang-gampang susah, tinggal minta, tinggal nangis buat nyari perhatian. Buktinya aja baby , pipis, pup, laper, apa-apa semua tinggal nangis. Digigit nyamuk, gatel, nangis. Ga bisa tidur, nangis. Sakit, nangis. Nah, giliran orangtua yang rempong, mengartikan semua ketidakjelasan dari anak kecil. Bi...

Mengeluh

Seandainya aku punya kesempatan untuk memilih untuk mengeluh, pasti aku akan mengeluh terus. Sayangnya, aku nggak pernah dikasih pilihan untuk mengeluh, malahan aku digenjot untuk selalu bersyukur, bersyukur, dan bersyukur dalam segala keadaan. Dan itu sangat MENYENANGKAN! Setiap orang selalu ingin mengeluh, boleh mengeluh. Hampir tiap hari aku bisa dengar orang  lain mengeluh. “Aduh capek.” “Aduh ujian tadi nggak bisa L ” “Aduh! Nggak ngerti pelajarannya...”  “Aduh, badan sakit.” Dan segala macam aduh dan aduh dan aduh. Sepertinya mengeluh itu enak. Aku yakin, sekali dua kali pasti ada kata aduh terlontar dari bibirku, tapi untuk full   mencurahkan segala keluh kesah, mulut ini seperti dibekap. “DIAM KAMU!” Waktu itu pernah jalan jauh, tentulah capek dan spontan aku bilang, “Aduh, capek.” Langsung saja pernyataan itu ditanggapi dengan tegas, “Jangan ngeluh!” Pernah aku bilang, “Aduh, nggak ngerti pelajaran ini.” Dan orang akan menatap dengan ta...