Aku duduk di kereta commuter tujuan Depok, sendiri dan termenung. Mengamat-amati orang-orang yang duduk di sekelilingku. Tepat di depanku tampak sepasang suami istri. Sang istri memakai kerudung pink pastel dengan setelan batik berwarna cerah dan celana ungu kelabu ditambah sepasang sendal coklat pucat sambil memangku tas louis vitton-nya yang entah asli atau palsu. Suaminya duduk di sebelahnya dengan kemeja abu-abu dan celana bahan berwarna hitam. Diantara kakinya terdapat tas besar bermotif garis-garis berwarna biru tua. Sebenarnya itu adalah pemandangan yang sederhana tapi berhasil menarik perhatianku.
Coba lihat rambut sang suami yang sudah memutih dan kerutan di wajah sang istri. Lantas mengapa?
Bagiku itulah point utama mengapa aku memperhatikan mereka. Aku berharap, aku mau, aku benar-benar ingin, suatu hari nanti aku mempunyai seorang suami yang setia menjaga dan melidungiku serta hidup setia bersamaku hingga rambut kami sama-sama memutih, hingga kulit kami sama-sama mengkerut, dan hingga kami sama-sama menutup usia kembali pada tanah.
Lagi aku memperhatikan mereka, sang istri mengapit lengan sang suami, mesra walau tak berlebihan.
Karena bagi kebanyakan pasangan tua jaman sekarang, bergandengan tangan, sedikit terlihat mesra adalah suatu hal aneh yang tak perlu lagi dilakukan oleh mereka. Menurutku tidaklah demikian.
Baiklah, kalau ini tempat umum memang tak seharusnya bertengkar dan harus terlihat akur. Siapa tahu di rumah terjadi perang dunia ke-3, siapa yang tahu. Karena apa yang dilihat mata adalah semu, sebuah bayang-bayang, ilusi, dan angan-angan. Tapi tanpa mimpi, hidup akan hampa.
Komentar
Posting Komentar